farmasi UHO

farmasi UHO
UHO BISA

Jumat, 26 Februari 2016

makalah ARB




BAB I

PENDAHULUAN

A.    LATAR BELAKANG

Angiotensin II Receptor Blocker (ARB) pada waktu akhir ini sedang ramai dibicarakan mengenai obat untuk pengobatan hipertensi. Walaupun obat ini sudah agak lama beredar di pasaran luar negeri,  namun di Indonesia termasuk relatif baru. Pada tahun 1999, WHO-ISH Guidelines for Initiation of Antihypertensive Treatment, telah merekomendasikan 6 kelas antihipertensi yang dapat langsung diberikan secara individual, baik secara sendiri-sendiri maupun secara kombinasi, ialah : Diuretik, Beta-blocker, ACE inhibitor, Ca-antagonist, Alpha-blocker, Angiotensin II Receptor Blocker. Dari pertemuan Internasional Forum on Angiotensin Receptor Antagonism, Monte Carlo 1999 juga telah diambil kesepakatan, bahwa obat antihipertensi yang ideal hendaknya memenuhi syarat-syarat Once daily, Smooth anti hypertensive effect, Beneficial cardiovascular effect independent of blood pressure lowering.
Angiotensin II Receptor Blocker (ARB) dalam hal ini nampaknya memenuhi syarat-syarat di atas. Cara kerja ARB adalah dengan cara memblokade secara selektif pada  ikatan angiotensin II dengan reseptornya yang terdapat pada target organ, sehingga effek Angiotensin II akan dihambat oleh obat ARB. Oleh karena itu perlu mengetahui lebih jauh mengenai obat ini sehingga penggunaannya dapat tepat mengenai sasaran tanpa atau sedikit menimbulkan efek samping yang merugikan.

B.     RUMUSAN MASALAH

Rumusan masalah yang dibahas dalam makalah ini yaitu :
1.      Bagaimanakah sejarah penemuan obat Angiotensin II Receptor Blocker ?
2.      Bagaimanakah struktur obat Angiotensin II Receptor Blocker ?
3.      Bagaimanakah karakteristik dari obat Angiotensin II Receptor Blocker ?
4.      Bagaimanakah mekanisme kerja obat Angiotensin II Receptor Blocker terhadap reseptor ?
5.      Bagaimanakah hubungan struktur dengan aktivitas dari Angiotensin II Receptor Blocker ?

C.    TUJUAN

Tujuan dalam makalah ini yaitu :
1.      Mengetahui sejarah penemuan obat Angiotensin II Receptor Blocker
2.      Mengetahui struktur obat Angiotensin II Receptor Blocker
3.      Mengetahui karakteristik dari obat Angiotensin II Receptor Blocker
4.      Mengetahui mekanisme kerja obat Angiotensin II Receptor Blocker terhadap reseptor
5.      Mengetahui hubungan struktur dengan aktivitas dari Angiotensin II Receptor Blocker.

BAB II

PEMBAHASAN

A.    SEJARAH PENEMUAN OBAT ANGIOTENSIN II RECEPTOR BLOCKER

Sejak lebih kurang 100 tahun yang lalu, dengan ditemukannya renin, Tigerstedt dan Bergman mulai membahas hubungan hipertensi dengan ginjal. Percobaan Goldblatt (1934) menunjukkan bahwa hipertensi dapat diinduksi dengan melakukan unilateral clamp arteri renalis. Tahun 1940 ditemukan pressor agent yang sebenarnya berperan dalam rangkaian renin, yang kemudian diberi nama Angiotensin. Kemudian berhasil diidentifikasi dua bentuk angiotensin yang dikenal, yaitu Angiotensin I dan Angiotensin II.
Enzim yang mengubah angiotensin I menjadi angiotensin II disebut dengan Angiotensin Converting Enzyme (ACE). Rangkaian dari seluruh sistem renin sampai dengan angiotensin II inilah yang dikenal dengan Renin-Angiotensin-Aldosteron System (RAS). Para ahli mengatakan bahwa RAS berperan penting dalam patogenesis hipertensi baik sebagai salah satu penyebab timbulnya hipertensi maupun dalam perjalanan penyakitnya. Sejak tahun 1980 hingga 1990 penelitian tentang RAS berkembang sangat pesat, terutama setelah ditemukan sistim RAS general (Circulating RAS) dan sistim RAS lokal (Tissue RAS), adanya berbagai tipe Reseptor Angiotensin II di jaringan beserta segala efeknya, obat-obat penghambat ACE yang dikenal dengan ACE Inhibitor dan obat-obat yang memblokir efek Angiotensin II pada reseptor Angiotensin II yang disebut Angiotensin Receptor Blocker (ARB).
Ada tujuh jenis ARB yang tersedia untuk penggunaan klinis di seluruh dunia. Meskipun beberapa jenis peptida dari ARB telah disintesis sejak tahun 1970, permasalahan telah terjadi karena bioavailabilitas rendah, durasi kerja pendek, dan aktivitas agonistik parsial. Obat-obat ARB yaitu losartan, telmisartan, irbesartan, candesartan, valsartan, eprosartan, dan olmesartan. Losartan merupakan senyawa imidazol-tertrazol ARB pertama yang dipasarkan pada tahun 1994. Obat-obat lainnya dari kelompok sartan ini yang tersedia yaitu valsartan pada tahun 1996 adalah derivat dengan sifat yang kurang lebih sama, irbesartan, candesartan , dan eprosartan pada tahun 1997, telmisartan pada tahun 1998 dan olmesartan  pada tahun 2001.

B.     STRUKTUR DASAR ANGIOTENSIN RECEPTOR II BLOCKER

Kebanyakan Angiotensin Receptor Blocker (ARB) memiliki struktur molekul umum (bifenil-tetrazol dan kelompok imidazol). Non-peptidergic ARB losartan adalah yang pertama dikembangkan berdasarkan imidazol analog, dan dirancang oleh komputasi modeling. Berbagai ARB telah ditingkatkan dikembangkan sejak losartan. Misalnya, kelompok klorida pada losartan diubah menjadi sebuah kelompok cyclopenthyl untuk memberikan irbesartan. Olmesartan mengandung kelompok hidroksil selain α-karboksil kelompok pada cincin imidazol. Sejak ARB meniru Angiotensin II, sebagian besar, termasuk losartan, memiliki kesamaan struktur molekul, dan jelas bahwa ARB memiliki kelas efek. Struktur dasar obat ARB yaitu :
Kelompok imidazol
 


Bifenil-tetrazol
 
 
Struktur molekul dari obat-obat ARB yaitu sebagai berikut:

C.    KARAKTERISTIK ANGIOTENSIN II RECEPTOR BLOCKER

Angiotensin II Receptor Blocker (ARB) merupakan kelompok obat yang memodulasi sistem RAS dengan cara menginhibisi ikatan angiotensin II dengan reseptornya. ARB secara selektif berikatan dengan tempat reseptor angiostensin II pada otot polos vascular pada kelenjar adrenal untuk menghambat vasokontriksi pada pelepasan aldosteron. Aksi ini menghambat efek peningkatan tekanan darah oleh sistem rennin-angiostensin dan menurunkan tekanan darah. Obat ini diindikasikan untuk penggunaan tunggal atau terapi kombinasi pengobatan hipertensi.
Golongan ARB digunakan untuk menangani pasien dengan hipertensi, terutama terhadap pasien yang intoleransi dengan terapi ACE inhibitor. Keunggulan ARB dibanding ACE inhibitor adalah ARB tidak menghambat penguraian bradikinin dan kinin lain, sehingga tidak menimbulkan batuk atau angioedem yang dipicu bradikinin. Akhir-akhir ini, mulai dikembangkan penggunaan ARB pada gagal jantung bila terapi menggunakan ACE inhibitor menemui kegagalan, terutama dengan Candesartan. Irbesartan dan losartan juga menunjukkan keuntungan pada pasien hipertensi dengan diabetes tipe II, dan terbukti menghambat secara bermakna progresivitas nefropati diabetik. Candesartan juga telah diuji coba secara klinis dalam mencegah dan mengatasi migrain.
Spesifikasi penggunaan ARB berdasarkan efektivitasnya dalam menghambat ikatan angiotensin II dan reseptornya dapat dijadikan sebagai ukuran untuk mempertimbangkan golongan mana yang dapat dipilih. Terdapat 3 parameter penggunaan ARB, yaitu menurut efek inhibisi dalam 24 jam, tingkat afinitasnya terhadap reseptor Angiotensin Tipe 1 (AT1) dibanding Angiotensin Tipe 2 (AT2), dan waktu paruh obat.  
a.       Efek inhibisi selama 24 jam merupakan ukuran penting terkait dengan jumlah atau besar angiotensin II yang dihambat selama 24 jam. Berdasarkan FDA USA, beberapa ARB dan efek penghambatan terhadap angiotensin, yaitu:
Valsartan 80 mg 30%
Telmisartan 80 mg 40%
Losartan 100 mg 25-40%
Irbesartan 150 mg 40%
Irbesartan 300 mg 60%
Olmesartan 20 mg 61 %
Olmesartan 40 mg 74%
b.      Afinitas ARB terhadap reseptor AT1 dibanding AT2 merupakan pertimbangan penting, karena kedua reseptor ini memiliki kerja yang saling berlawanan. Semakin kuat afinitas ARB terhadap AT1 dibanding AT2, maka efek antihipertensi juga akan semakin meningkat. Berdasarkan FDA US, beberapa ARB dan afinitasnya terhadap reseptor AT1 dibanding AT2, yaitu:
Losartan 1000 kali
Telmisartan 3000 kali
Irbesartan 8500 kali
Olmesartan 12500 kali
Valsartan 20000 kali
c.       Waktu paruh ARB juga penting dipertimbangkan sebagai dasar terapi. Waktu paruh merupakan indikator seberapa lama obat memiliki efek yang signifikan di dalam tubuh. Beberapa ARB dan waktu paruhnya, yaitu:
Valsartan 6 jam
Losartan 6-9 jam
Irbesartan 11-15 jam
Olmesartan 13 jam
Telmisartan 24 jam
Semua ARB diharapkan untuk losartan sangat selektif untuk reseptor AT1. Bahkan, ARB menunjukkan afinitas 10.000-30.000 kali lebih besar untuk reseptor AT1 daripada reseptor AT2. Selektivitas tinggi ini menyiratkan bahwa reseptor AT2 dapat terkena konsentrasi yang lebih tinggi dari Angiotensin II karena renin angiotensin-umpan balik setelah pengobatan ARB. Angiotensin II merangsang stimulasi reseptor AT2 jelas dapat menyebabkan proliferasi anti-sel dan vasodilatasi.
ARB diabsorpsi dengan baik dan mengalami metabolisme di hati oleh sistem P450 sitokrom. ARB diekskresikan melalui feses dan urine. Diketahaui menembus plasenta, ARB terbukti berkaitan dengan abnormalitas janin yang serius dan bahkan kematian jika diberikan kepada wanita hamil trimester kedua atau ketiga.
D.    MEKANISME KERJA ANGIOTENSIN II RECEPTOR BLOCKER TERHADAP RESEPTOR
Angiotensin II (Ang II) adalah peptida efektor utama dari renin-angiotensin system (RAS), mengikat dua subtipe reseptor yaitu reseptor Ang II tipe 1 dan tipe 2 (AT1 dan AT2), yang merupakan anggota G protein-coupled superfamili reseptor (GPCRs).  Angiotensin II adalah octapeptide yang mengikat reseptor AT1, yang berisi 359 asam amino dan memiliki massa molekul 4 kDa, oleh empat interaksi utama yang unik. Dua jembatan garam, salah satu di antara Ang II rantai samping Arg dan residu Asp AT1 dan yang lainnya antara Ang II α-COOH kelompok Phe8 dan AT1 residu Lys, mungkin penting untuk docking hormon ke reseptor. iIteraksi jembatan garam tidak berperan dalam AT1 aktivasi reseptor. Selain itu, Miura et al. telah mrnunjukkan bahwa dua interaksi penting, salah satu di antara Phe pada Ang II dan His di reseptor AT1 dan lainnya antara Ang II Tyr dan Asn, diperlukan untuk mengaktifkan reseptor.
Angiotensin II Receptor Blocker (ARB) merupakan kelompok obat yang memodulasi sistem RAS dengan cara menginhibisi ikatan angiotensin II dengan reseptornya, yaitu pada reseptor AT1 secara spesifik. Semua kelompok ARB memiliki afinitas yang kuat ribuan bahkan puluhan ribu kali lebih kuat dibanding angiotensin II dalam berikatan dengan reseptor AT1. Akibat penghambatan ini, maka angiotensin II tidak dapat bekerja pada reseptor AT1, yang secara langsung memberikan efek vasodilatasi, penurunan vasopressin, dan penurunan aldosteron. Selain itu, penghambatan tersebut juga berefek pada penurunan retensi air dan Na dan penurunan aktivitas seluler yang merugikan (misalnya hipertrofi). Sedangkan Angiotensin II yang terakumulasi akan bekerja di reseptor AT2 dengan efek berupa vasodilatasi, antiproliferasi. Sehingga pada akhirnya rangsangan reseptor AT2 akan bekerja sinergistik dengan efek hambatan pada reseptor AT1.

E.     HUBUNGAN STRUKTUR DAN AKTIVITAS ANGIOTENSIN RECEPTOR II BLOCKER

Tidak ada komentar:

Posting Komentar